Rabu, 25 Februari 2015

Assalamualaikum...

Sudah 2 Tahun baru buka blogg lagi...


Senin, 17 Desember 2012

HIPO (Hierarchy plus Input Process Output)


HIPO (Hierarchy plus Input Process Output) 

merupakan alat okumentasi program yang dikembangkan dan didukung oleh IBM . tetapi kini HIPO juga telah digunakan sebagai alat bantu untuk merancang dan mendokumentasikan siklus pengembangan sistem .


SASARAN HIPO

HIPO dirancang dan dikembangkan secara khusus untuk menggambarkan suatu struktur bertingkat guna memahami fungsi dari modul-modul suatu sistem ; HIPO juga dirancang untuk menggambarkan modul-modul yang harus diselesaikan oleh pemrogram  . HIPO tidak dipakai untuk menunjukkan instruksi-instruksi program yang akan digunakan ; HIPO juga dirancang untuk menggambarkan modul modul yang harus diselesaikan oleh pemrogram . HIPO tidak akan dipakai untuk menunjukkan instruksi-instruksi program yang akan digunakan ; di samping itu HIPO menyediakan penjelasan yang lengkap dari input yang akan digunakan , proses yang akan dilakukan serta output yang diinginkan.


DIAGRAM HIPO 

HIPO menggunakan tiga macam diagram untuk masing masing tingkatannya , yaitu sebagai berikut ;


A) VISUAL BASIC OF CONTENTS

diagram ini menggambarkan hubungan dari modul modul dalam suatu sistem secara berjenjang .

B. OVERVIEW DIAGRAMS

overview diagram digunakan untuk menunjukkan secara garis besar hubungan dari input , proses dan output , dimana bagian input menunjukkan item item data yang akan digunakan oleh bagian proses ; bagian proses berisi langkah langkah yang menggambarkan kerja dari fungsi atau modul ; dan bagian output berisi hasil pemrosesan data .

c) DETAIL DIAGRAM

detail diagram berisi elemen-elemen dasar dari paket yang menggambarkan secara rinci kerja dari fungsi atau modul .

‎... SIAPAKAH KAU, IBUNDA? ...



Ibu adalah seseorang yang SERBA TIDAK TAHU. Ibu adalah seorang yang tidak tahu malu, TIDAK TAHU MALU saat bekerja keras demi anaknya.

Ibu adalah seorang yang TIDAK TAHU SAKIT, tetap senyum setelah merasa sakit saat melahirkan kita ke dunia.


Ibu adalah seorang yang TIDAK TAHU LELAH, tetap senyum setalah lelah saat seharian menggendong kita.

Ibu adalah seorang yang TIDAK TAHU CAPEK, tetap senyum meskipun setiap pagi siapin kebutuhan kita.

Ibu adalah seorang yang TIDAK TAHU BAHAYA, apapun di terjang demi anaknya.

Ibu adalah seorang yang TIDAK TAHU MALAM, lupa tidur saat menyusui kita.

Ibu adalah seorang yang TIDAK TAHU LAPAR, rela tidak makan asal kita makan.

Ibu adalah seorang yang TIDAK TAHU SAKIT HATI, tetap senyum meskipun kita menjengkelkan.

Ibu adalah seorang yang TIDAK TAHU WAKTU, masih muda atau sudah tua tetap menyayangi kita.

Ibu adalah seorang yang TIDAK TAHU HITUNGAN, tidak pernah menghitung berapa biaya untuk membesarkan kita.

Ibu adalah seorang yang TIDAK TAHU MENYERAH, tetap mencari akal supaya kita tumbuh dengan layak.

Ibu adalah seorang PENAKUT, dia takut anaknya tidak bahagia.

Ibu adalah seorang yang PEMARAH, marah kalau anaknya disakiti.

Itulah keajaiban kasih sayang Ibu kepada Kita, bersimpuhlah kepadanya dan nyatakan cintamu. Tak perlu menunggu momen hari ibu.

Rabu, 10 Oktober 2012

Nephew-Niece I Funny

Vivin Putri Rizky Padilah




Mutya Parahita Maharani




Lydia Umayyadi



Syahla Mustika Paramesti



Umair Ibnu Mardi



Muhammad Sulton Ghozy





Zhia As Shafa




Ponakan Baruu ... :) Anggun Kirana Mutaqina..









Minggu, 07 Oktober 2012

azmyasya: kewirausahaan dan etika profesi

azmyasya: kewirausahaan dan etika profesi: Kewirausahaan dan etika profesi adalah suatu pemblajaran mengenai bagaimana caranya kita berwirausaha dengan baik sesuai dengan etika-etika ...

Minggu, 30 September 2012

Ulama Besar Syafi’iyah Bicara Hukum Cadar | Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat | Rumaysho.Com

Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa man tabi’ahum bi ihsaanin ilaa yaumid diin.
Indonesia menganut pemahaman Syafi’iyah, demikianlah yang sudah kita ketahui bersama. Di kalangan masyarakat kita, cadar (penutup wajah bagi wanita) sering dianggap suatu yang aneh. Namun tidak demikian kata ulama Syafi’iyah yang tersohor. Sehingga sungguh sangat aneh jika ada kalangan Syafi’iyah yang memandang cadar itu adalah istrinya teroris, bahkan sampai dikata “ninja” dengan maksud mengejek. Simak tulisan singkat berikut sebagai bukti bahwa ulama Syafi’iyah menyatakan disyari’atkannya mengenakan penutup wajah atau cadar bagi wanita muslimah.
Pendapat Ibnu Hajar Al Asqolani
Beliau adalah di antara ulama besar Syafi’iyah yang memiliki kitab rujukan kaum muslimin yaitu Fathul Bari sebagai penjelasan dari kitab Shahih Al Bukhari. Ibnu Hajar rahimahullah pernah mengatakan,
ويقوى الجواز استمرار العمل على جواز خروج النساء إلى المساجد والاسواق والاسفار منتقبات لئلا يراهن الرجال ولم يؤمر الرجال قط بالانتقاب لئلا يراهم ...  إذ لم تزل الرجال على ممر الزمان مكشوفي الوجوه والنساء يخرجن منتقبات
“Yang menguatkan bolehnya meneruskan amal sehingga wanita boleh keluar ke masjid, pasar, asalkan dengan penutup wajah agar laki-laki tidak melihat mereka. Sedangkan laki-laki sama sekali tidak diperintahkan untuk berniqob (memakai penutup wajah) agar wanita tidak melihat mereka. ... Oleh karena itu dari masa ke masa, laki-laki itu selalu terbuka wajahnya (tidak memakai penutup wajah) sedangkan wanita selalu keluar (rumah) dalam keadaan wajahnya tertutup.” (Fathul Bari, 9/337)
Pendapat Jalaluddin Al Mahalli
Beliau adalah salah satu di antara dua penulis kitab tafsir Al Jalalain. Beliau menjelaskan surat Al Ahzab ayat 59, Allah Ta’alaberfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka".” (QS. Al Ahzab: 59). Jilbab adalah pakaian yang menutupi wanita. Yaitu diberi keringanan menampakkan satu mata saja ketika keluar (rumah) karena ada kebutuhan. Seperti itu lebih mudah dikenal sebagai orang merdeka, beda halnya dengan budak (yang wajahnya terbuka). Oleh karenanya janganlah wanita yang menutup rapat auratnya disakiti, dia sungguh jauh berbeda dengan budak perempuan yang membuka wajahnya. Dan orang munafik dahulu biasa menyindir (mengganggu) wanita yang terbuka auratnya. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa kalian yang telah lalu karena enggan menutup aurat. Allah menyayangi kalian sehingga memerintah kalian untuk menutup aurat. (Tafsir Al Jalalain, hal. 437, cetakan Dar As Salaam)
Pendapat Jalaluddin As Suyuthi
Beliau adalah penulis kitab tafsir Al Jalalain bersama Jalaluddin Al Mahalli dan keduanya adalah ulama besar Syafi’iyah. Ketika menjelaskan surat Al Ahzab ayat 59, beliau rahimahullah menjelaskan tafsir firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59). Ayat ini menerangkan perintah hijab bagi seluruh wanita. Maksud ayat ini adalah memerintahkan untuk menutup wajah kepala dan wajah wanita. Sedangkan hal ini tidak diwajibkan atas budak wanita.
Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia membicarakan ayat tersebut dengan mengatakan, “Allah telah memerintah para wanita beriman jika mereka keluar karena ada hajat, untuk menutup kepalanya dengan jilbab dan menampakkan satu mata saja.” (Al Iklil fii Istinbatil Tanzil, As Suyuthi, hal. 214)
Demikian sebagian bukti bahwa ulama Syafi’iyah tidak menganggap aneh cadar (penutup wajah). Bahkan mereka menyatakan wanita memang harus demikian agar lebih menjaga diri mereka.
Wallahu waliyyut taufiq. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

Reference: Fatawa Kibar Ulama Al Azhar Asy Syarif Hawlal Hijaab, hal. 22-25